“SESUATU” DI BALIK BERBURU & PENGALAMAN MISTIS DI MEDAN PERBURUAN

IMG-20190812-WA0030

Dunia hobi berburu di Indonesia dari tahun ke tahun tampaknya tak terlalu banyak perubahan. Dari sisi peminatnya, tidak sebanyak hobi lainnya seperti hobi mancing atau aeromodelling. Jumlah peminat hobi berburu cenderung stagnan dan hanya sedikit saja penambahan peminatnya.

Berbeda dengan hobi berburu di negara-negara lain, seperti Amerika, New Zealand, Afrika, Australia, dan lainnya, berkembang begitu pesat. Bahkan, di beberapa negara, hobi berburu sudah menjadi ladang bisnis menggiurkan. Ada juga yang dikelola dengan baik oleh pemerintah, seperti Afrika Selatan.

Apa penyebab hobi ini tak bisa sepesat di negara-negara lain? Banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah biaya yang tak murah untuk menikmati hobi ini. Harga sepucuk senjata saja hampir sebanding dengan harga mobil.

Faktor lainnya, untuk menjadi seorang pemburu yang sah dan memiliki izin juga tidak mudah. Harus melalui tahapan cukup ketat, karena terkait dengan penggunaan senjata. Butuh kehati-hatian yang tak biasa. Proses untuk pengurusan izin berburu dan senjata keluar dari gudang senjata juga tidak simpel.

Faktor lain yang sangat mendominasi kurang berkembangnya hobi olahraga berburu adalah minimnya kaderisasi atau regenerasi. Kaderisasi dalam hobi adrenaline ini mestinya penting dilakukan, agar kegemaran dalam hobi berburu di anak muda juga tumbuh. Tak heran, jika ada kegiatan berburu di beberapa daerah di Indonesia, orangnya hanya itu-itu saja.

 

“SESUATU” DI BALIK BERBURU

Di balik hobi berburu, ternyata ada “sesuatu” yang perlu dipahami.

Pertama, berburu di tengah hutan bukanlah bertujuan untuk membunuh babi hutan secara semena-mena. Meskipun babi hutan banyak merugikan masyarakat petani dan menjadi musuh utama para petani di berbagai daerah, namun para hunter tetap memiliki perhitungan cermat dalam menembak hama pertanian ini. Berburu dilakukan untuk penjarangan hama, sehingga populasi tetap terjaga.

foto-utama-2

Kedua, di tengah hobi berburu juga juga ada kehangatan persahabatan antar pemburu. Para pemburu yang rata-rata orang sibuk dan jarang bertemu, di kegiatan ini mereka bisa melakukan semacam “reuni” yang penuh keakraban. Tentu saja ini dilakukan di sela-sela rehat berburu. Satu sama lain, para pemburu bisa bercengkrama dan berbagai cerita seputar pengalaman berburu.

Keakraban tak hanya dilakukan oleh sesama hunter, tapi juga antara hunter dengan para kru yang setia menemai saat peburuan berlangsung. Makan duren bersama, minum kopi di kedai sederhana milik warga sekitar hutan, atau lainnya.

IMG-20190812-WA0040

IMG-20190812-WA0041

Ketiga, saat berburu para pemburu juga bisa menikmati indahnya alam di sekitar medan perburuan. Wisata sisipan ini kerap menjadi momen untuk berfoto ria atau sekadar melepas penat setelah semalaman menyusuri belantara peburuan.

IMG-20190812-WA0033

Keempat, sebagian para pemburu, juga memanfaatkan momen beburu untuk melakukan aksi peduli dengan masyarakat sekitar melalui bakti sosial. Bahkan, bakti sosial juga dilakukan kepada lembaga seperti kepolisian, mellui bantuan obat-obatan.

IMG_3688

PENGALAMAN MISTIK PARA PEMBURU

Di balik menikmati hobi berburu, berbagai kejadian mistis juga kerap dialami langsung oleh para pemburu. Kejadian di luar nalar kadang membuat orang lain tak percaya, benar-benar terjadi dan dialami. Mulai kejadian melihat istana megah berwana putih muncul di tengah hutan, hingga menemui babi putih di area pekuburuan, dan pemburu digandeng manusia misterius saat berada di tengah hutan.

Kisah di luar nalar yang mereka alami bukan cerita buatan. Mereka benar-benar mengalami kejadian tersebut selama berada di hutan perburuan. Kejadian apa saja yang para pemburu ini alami?

Berikut kisahnya.

Konvoi empat mobil para pemburu dari Perbakin DKI Jaya dan Perbakin Kalimantan Selatan, berhenti tiba-tiba di jalan yang membelah hutan. Hutan ini masih termasuk wilayah Pulau Laut Kotabaru, Kalimantan Selatan. Berjarak enam jam perjalanan darat dari Kota Banjarmasin.

Berhentinya mobil-mobil para pemburu ini dikarenakan salah satu mobil yang ditumpangi pemburu mengalami kerusakan mesin. Jarum jam tangan malam itu masih menunjuk angka 2. Para pemburu ini baru saja berburu babi hutan di kawasan area tambang batubara di daerah tersebut. Malam itu, mereka baru mendapatkan tujuh ekor babi hutan berukuran cukup besar.

Seperti biasa, sebagai bentuk kesetiakawanan di antara para pemburu, jika ada satu mobil pemburu yang rusak, maka pemburu yang lain ikut berhenti dan membantu agar bisa kembali konvoi bersama. Sebagian kru dan pemburu sibuk membetulkan mobil yang mogok, sementara para pemburu lainnya memanfaatkan waktu untuk buang air kecil di pinggiran hutan, atau menghisap sebatang rokok sambil melepas penat.

Jurnal beburu berada di mobil nomor tiga dari depan bersama pemburu asal Korea Selatan Mr. Cho Myung Sik. Dia adalah mantan Pasukan Khusus Korea Selatan yang pensiun dini dan memilih jadi pengusaha sepatu di Indonesia. Meski masih terbata-bata dalam bicara Bahasa Indonesia, namun bisa dipahami artinya. Dengan senapan laras panjang yang masih ditenteng, kami turun dari mobil.

Di saat kami sedang berbincang, tiba-tiba muncul seorang lelaki tua dari pinggiran hutan sebelah kanan. Jurnal Berburu melihat dengan jelas wajah lelaki tua kurus itu: wajah agak tirus, berkumis, rambut agak ikal. Dia mengenakan celana pendek, mengenakan topi dari wol, dan sarung yang dililitkan di pundaknya.

Orang itu menghampiri Mr.Cho Myung Sik dan jalan memutari dua kali sambil tangannya menunjuk ke arah hutan. Tak ada suara apapun yang keluar dari mulut lelaki tua tersebut. Jurnal Berburu terkesiap dan curiga, siapa lelaki tua itu sebenarnya. Bukan apa, di sekitar pemberhentian konvoi mobil tak ada satu pun rumah penduduk. Jurnal Berburu mundur pelan-pelan mengambil jarak, sembari terus mengawasi orang itu.

Agak aneh, seperti terjadi pembicaraan antara lelaki tua tersebut dengan Mr. Cho Myung Sik, namun tak ada suara. Hanya kedua tangan mereka membuat isyarat, sambil terus menunjuk ke arah hutan. Dan, tiba-tiba tangan Mr.Cho Myung Sik digandeng lelaki tua itu jalan menuju ke pinggiran hutan hingga berjarak sekitar 10 meter dari jalan.

Bulu kuduk Jurnal Berburu mulai merinding. Sementara para pemburu dan kru lain yang tak jauh berada di sekitar kami tak ada yang melihat Mr.Cho Myung Sik jalan bersama lelaki tua itu. Melihat gelagat yang yang tak beres ini, Jurnal Berburu pun segera mengikuti dari arah belakang. Ketika makin menuju arah dalam hutan, dengan rasa takut tak karuan, Jurnal Betburu tarik tangan Mr. Cho Myung Sik agar kembali ke arah jalan.

Terasa berat, bahkan Jurnal Berburu agak sedikit terseret ke arah dalam hutan. Satu-satunya cara yang Jurnal Berburu lakukan adalah berdoa, membaca Ayat Kursi. Doa yang lazim dibaca saat menghadapi ketakutan di tempat-tempat tertentu. Alhasil, begitu selesai baca doa, Mr.Cho Myung Sik berhasil Jurnal Berburu gandeng menuju mobil. Sementara, sosok lelaki tua tadi sudah tidak ada lagi.

Mantan pasukan khusus ini Jurnal Berburu paksa masuk ke dalam mobil dan pintu dikunci dari luar. Jurnal Berburu berlari menemui ketua konvoi berburu ini, senior hunter Kendrariadi, agar konvoi segera jalan.

“Ada apa?” tanya Kendrariadi.

“Nanti saja saya ceritakan sesampai di basecamp,” jawab Jurnal Berburu yang masih merinding.

Dan kebetulan, perbaikan mobil sudah selesai. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju basecamp. Sesampai di basecamp, di salah satu rumah penduduk, Jurnal Berburu menceritakan semua kejadian yang baru saja dialami. Sementara Mr. Cho Myung SIk mengaku tak merasakan apa- apa saat kejadian tersebut.

 

ISTANA PUTIH DI TENGAH HUTAN

Pengalaman mistis di hutan perburuan juga pernah dialami oleh Jemmy Djajadiningrat. Mantan kepala cabang Bank BCA ini juga seorang senior hunter yang kenyang akan pengalaman seru selama berburu. Hobi berburunya sudah ia lakukan sejak masih kecil. “Cuma dulu kan pakai senapan angin saja,” ujarnya kepada Jurnal Berburu.

Di kalangan pemburu, pria ini dikenal memiliki kemampuan mendeteksi keberadaan gerombolan babi hutan. Menurut Jemmy, babi hutan merupakan hewan pengerat yantg memiliki perilaku konstan.

“Artinya, mereka kalau keluar sarang untuk mencari makan setiap hari pasti melalui jalan yang sama. Begitu juga saat pulang ke sarang dari tempat mereka emncari makan, melalui jalan yang sering mereka lalui,” ujarnya.

IMG-20180323-WA0019

Hunter Jemmy Djajadiningrat (berkaos putih) bersama para pemburu lainnya.

 

Maka itu, tak terlalu sulit bagi Jemmy untuk mendapatkan hewan buruan dalam jumlah banyak. Cukup dengan melihat jejak kaki babi hutan, ia tahu di mana gerombolan babi hutan berada.

Jemmy juga termasuk pemburu yang memiliki nyali luar biasa. Ia berani melakukan perburuan babi hutan seorang diri di tengah hutan saat tengah malam. Lelaki murah senyum ini mengaku mengalami cukup banyak kejadian-kejadian aneh di luar nalar.

Salah satunya adalah saat berburu di salah hutan di Jawa Barat. Seperti biasa, usai menyiapkan perlengkapan dan senjata berburu, Jemmy mulai menyusuri hutan untuk mencari tahu dimana lokasi yang banyak terdapat babi hutan.

“Nah, waktu berburu di Jawa Barat, saya mengalami kejadian aneh luar biasa,” Jemmy mulai mengisahkan pengalaman mistisnya.

Saat itu baru sekitar jam 9 malam. Karena ia berburu dengan jalan kaki, maka ia membuat tempat duduk yang diikatkan di batang pohon pada ketinggian sekitar 5 meter. Tujuannya agar bisa memantau keberadaan babi hutan yang lewat. Hingga tengah malam, tak ada satu pun babi hutan yang lewat. Jemmy juga penasaran. Tak seperti biasanya.

Bahkan hingga menjelang pukul 02.00 dini hari, tak ada satu pun hewan buruan melintas. Justru di saat itulah tiba-tiba Jemmy menyaksikan pemandangan yang aneh. Dari kejauhan ia melihat seperti ada bangunan berwarna putih. Bentuknya mirip istana yang dikelilingi kabut.

Di bangunan itu tampak ada aktivitas orang-orang sedang berbaris dan jalan ke sana kemari di sekitar bangunan. Kabut putih yang menyelimuti istana itu juga terlihat nyata di mata Jemmy. Sesekali Jemmy mengusap matanya, kuatir hanya pandangan semu saja. “Tapi berulang kali saya usap mata, penampakan itu masih terlihat. Cukup lama saya melihat, hampir menjelang subuh masih terlihat,” ujar Jemmy.

Padahal, sebelum ada penampakan ini, ia hanya melihat pepohonan dan perbukitan sejauh mata memandang. Jemmy mengaku sempat merinding. Tapi karena sudah terbiasa mengalami kejadian-kejadian aneh macam ini, nyali pria ini tetap kuat. “Saya berusaha untuk tetap tenang. Nggak perlu lari, karena itu sudah biasa saya alami,” tuturnya.

 

BABI PUTIH DI AREAL PEKUBURAN

Pengalaman mistis di medan perburuan juga pernah dialami oleh Max Siddharta. “Ini sebenarnaya kejadian sudah lama waktu berburu di Hutan Seluma, Bengkulu, tapi masih saya ingat sampai sekarang,” ujar Max.

Max menceritakan, saat itu perburuan dilakukan saat pagi buta. Udara di sekitar Hutan Seluma masih terasa dingin ketika rombongan pemburu dari Jakarta mulai memasuki perkampungan dekat hutan. Rintik gerimis terus membasahi kawasan yang banyak dihuni para transmigran tersebut.

Selang beberapa menit kemudian, tiga orang berpakaian loreng ala militer turun  dari mobil jip. Mereka menuju ke sebuah rumah yang berada di tepi jalan utama kawasan itu. Mereka adalah Kendrariadi, Max Siddharta (keduanya senior hunter dari Puma Group), dan Herman Doepke (warga Jerman yang ikut watching perburuan ini).

Pak Ahmad, lelaki tua si pemilik rumah tampak tergopoh-gopoh menyambut para tamunya. Lelaki berkulit sawo matang ini adalah orang yang dituakan di daerah transmigrasi Seluma. Ia menguasai betul seluk beluk kawasan hutan Seluma, mulai dari lokasi yang rawan sampai yang banyak terdapat sarang babi hutan.

Karena itulah para pemburu dari Jakarta menyempatkan diri untuk sowan terlebih dulu, sebelum memulai perburuan. Apalagi Puma Group saat itu belum memiliki basecamp sebagai tempat singgah para pemburu. “Untuk sementara, basecamp kami di rumah Pak Ahmad ini,” ujar Max.

Sorenya, para pemburu mulai menyiapkan perlengkapan. Ranggon (tempat duduk pemburu yang berada di atas mobil berburu) segera dipasang oleh tiga orang kru mereka. Sedangkan para pemburu memeriksa kesiapan senjata. Tapi sebelum mereka masuk ke hutan, Pak Ahmad memberikan petuah penting kepada para pemburu.

“Kalian boleh menembak celeng (babi hutan) sepuasnya di sini. Tapi saya pesan, di sini ada satu babi hutan yang tidak boleh ditembak. Babi hutan itu berwarna putih. Dia biasanya keluar dari arah kuburan tepi hutan ini. Ingat pesan saya ini,” kata Kendrariadi yang satu tim dengan Max, menirukan ucapan sesepuh tadi.

Para pemburu pun ma’fum dengan petuah penting itu. Dan, mereka mulai menyusuri jalan utama perkampungan menuju arah hutan. Hari mulai gelap begitu jip yang mereka tumpangi itu sampai di jalan utama masuk hutan. Derit suara serangga hutan dari balik semak-semak terdengar saling bersautan. Nyamuk hutan pun mulai menyerang para pemburu dan kru.

Sepanjang penyusuran tepi hutan, tak ada satu pun biatang buruan yang terlihat. Hingga larut malam belum satu pun babi hutan yang mereka dapatkan. Jarum jam tangan mulai menunjuk angka 12, malam. “Saya juga heran, sampai menjelang pagi tak ada satu pun babi hutan yang kami temui. Padahal, pada perburuan berikutnya di sana banyak sekali yang kami dapat,” ujar Max.

Karena fajar mulai menyingsing, para pemburu memutuskan untuk kembali ke rumah Pak Ahmad. Belum lama jip melaju dari pintu keluar hutan, tiba-tiba kru yang membawa lampu sorot memberikan isyarat agar sopir menghentikan mobil. “Ternyata tepat di depan kami ada seekor babi hutan berwarna putih. Cukup besar,” kata pria bertubuh tinggi besar ini.

Max Sidharta dan Herment Doepke yang duduk di atas jip segera mengarahkan senapannya ke binatang itu. Jari telunjuk Max mulai masuk ke kolong triger senjata laras panjang merek Sig Sauer miliknya. Tapi aneh, berkali-kali pelatuk ditarik peluru tak mau meledak. Seolah tak ada peluru di chamber senjata. Max pun mengira kalau di chamber senapannya belum ada peluru, dan ternyata peluru sudah tersedia di chamber.

Berkali-kali jari Max kembali menarik pelatuk, namun senjata tak juga meletus. Apa yang terjadi? Peluru tersebut mental keluar dari chamber dan jatuh. Berulang kali Max mengisi kembali peluru kaliber 30.6, tapi tetap saja tak bisa ditembakkan. Suasana tegang pun menyelimuti seluruh pemburu di pagi buta itu. “Bagaimana nggak tegang, semalaman tak dapat hewan buruan, eh begitu ada di depan mata senjata macet,” ujarnya.

Para pemburu segera melanjutkan perjalanan begitu sang babi menyelinap ke semak-semak dan hilang. Sesaat kemudian, mereka baru ingat akan pesan Pak Ahmad. Rupanya mereka tidak sadar kalau lokasi tersebut adalah pekuburan. Dan begitu sampai di rumah Pak Ahmad, senjata milik Max kembali normal dan bisa dipakai.

Apa yang dialami para pemburu selama berada di medan perburuan memang bukan cerita khayalan. Mereka benar-benar mengalami kejadian aneh, termasuk MATRA sendiri.

 

MISTIK BERBURU DI AFRIKA

Pengalaman mistis para pemburu tak hanya terjadi di medan perburuan di dalam negeri, namun juga terjadi di luar negeri. Kejadian ini pernah dialami Kendrariadi Suhanda, senior hunter Puma Group DKI Jaya saat bebruru di Afrika Selatan. Di kalangan pemburu, pria bertubuh tinggi besar ini dikenal mengalami banyak kejadian aneh selama menikmati hobi berburunya.

Kepada MATRA Kendrariadi menceritakan, beberapa bulan sebelum berburu ke Pilanesberg National Park, Afrika Selatan, ia juga sempat berburu di Pretoria. Lokasi perburuan ini berjarak sekitar dua jam perjalanan dengan mobil dari Johannesburg. Dalam perburuan kali ini Kendrariadi ditemani Mr. Francois, seorang professional hunter, dan pemilik lahan perburuan di Afrika, Mr. Walther.

foto boks-1

“Di lahan perburuan milik Walther inilah saya berburu dengan sasaran binatang  khas Afrika seperti  blue wildebeest, kudu, dan impala,” ujar Kendrariadi.

Lelaki ini menceritakan, saat menjelang perburuan suasana pagi itu cukup cerah. Setelah sarapan pagi di basecamp yang sudah menyerupai cottages, Kendrariadi dan para pemandu memulai perburuan. Mereka menyelusuri lahan perburuan dengan berjalan kaki. “Luasnya lahan dan segarnya di pagi hari menghadirkan kenyamanan tersendiri bagi kami,” katanya.

Francois dan Walther mengajak Kendrariadi mencari blue wildebeest , binatang yang biasanya bergerombol dan berpindah-pindah dari satu ladang rumput ke ladang rumput lainnya untuk mencari makan. Jika Anda melihat gerombolan wildebeest di acara Fauna di televisi, terlihat begitu jinaknya binatang ini. Tapi, menurut Kendrariadi, pada kenyataannya dengan jarak sekitar 300 meter, mereka sudah tahu keberadaan kita. Begitu mencium bau tubuh manusia, binatang itu akan berlari kencang berpindah ke tempat lainnya.

Perjalanan dari padang rumput satu ke lokasi lainnya cukup melelahkan, sehingga pada suatu saat, Francois menanyakan pada Kendrariadi, “Apakah pemburu di Indonesia tidak terbiasa menembak jarak jauh?” Tentu ini merupakan tantangan bagi seoarng senior hunter sekelas Kendrariadi.

Matahari terus beranjak sepenggalan dan terik mulai terasa. Dari jarak sekitar 200 meter, tampak sekelompok blue wildebeest. Ada tujuh ekor dengan seekor jantan yang berdiri agak terpisah dari lainnya. Francois menunjuk kearah si jantan itu dan kami sembunyi di balik rumpun pepohonan khas Afrika.

Kendrariadi segera mengarahkan senjata Rigby 416 dengan peluru berisikan mesiu 400 grain, atau besarnya sekitar 2 kali dari yang biasa dipakai para pemburu di Indonesia. Dalam hitungan detik senjata Rigby di tangannya melesatkan timah panas. Seketika itu pula wildebeest yang terbidik melompat dengan kaki di atas dan ambruk!

Francois dan Walther memberi ucapan selamat kepada Kendraridi, karena tembakan tepat di jantung wildebeest. Ia benar-benar menembak binatang itu dari jarak yang cukup jauh: 200 meteran!  Clean shot!

menurut Kendraridi, suatu kepercayaan di Afrika, bahwa pemburu itu harus mempunyai “nyali” yang lebih besar dari binatang buruannya. Binatang buruannya dapat tergolong binatang buas seperti singa, badak, gajah, ataupun blue wildebeest yang baru ia tembak.

Untuk “memproklamirkan” bahwa nyali pemburu lebih besar dari binatang buruan jantan yang sudah mati, si pemburu akan menjalani ritual “aneh”, yakni dengan meremas kantong kelamin binatang tersebut. Wow! Dan, Francois pun meminta Kendrariadi meremas kantong kelamin blue wildebeet jantan yang baru ia tembak itu!

Menurut Kendra, jika ritual tersebut tak dilakukan oleh pemburu, maka biasanya akan ada kejadian-kejadian aneh yang menimpa saat berada di medan perburuan Afrika. “Entahlah, tapi saya turuti saja untuk meremas,” ujar Kendrariadi sembari tertawa. (A. Kholis)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>